Rabu, 16 Desember 2009

Beternak Tawon: Omzetnya Rp 30 Juta/Bulan

Ini bisnis yang benar-benar manis. Hasilnya dijamin manis. Namanya pun madu! Tetapi, beternak tawon ternyata tak hanya menghasilkan madu.


Anda berpikir bahwa beternak tawon mesti diam di suatu tempat? Untuk skala amatiran, seperti yang dilakukan orang-orang kampung yang hanya memelihara 1 hingga 5 koloni, masing-masing dikandangkan di dalam sebuah kotak [glodhogan], memang tak perlu dibawa ke mana-mana. Tetapi, peternak tawon atau lebah profesional yang memiliki ratusan, bahkan ribuan koloni, mesti menggembalakannya, bahkan sampai ke pulau seberang.

Hariyono SE [30] menekuni bisnis ternak tawon/lebah yang dirintis orangtuanya, TS Gunawan [55], sejak 1979 lalu. Sejak kecil ia suka bermain-main dengan tawon, dan itulah yang sering membuat sang ibu jengkel karena khawatir si kecil tersengat. Seperti pepatah, ’’Bermain air basah....’’ Hariyono kecil pun berkali-kali disengat lebah. Tetapi, pengalaman disengat lebah tidak membuatnya kapok.

’’Ya, memang sering disengat. Mula-mula ya sakit dan bengkak-bengkak seperti pada umumnya orang yang kena sengat lebah. Tetapi lama-kelamaan tubuhnya membentuk semacam antibodi sehingga menjadi kebal,’’ tutur TS Gunawan yang mendampingi Hariyono saat ditemui Peduli di pusat bisnis tawon-nya Jl Raya Lawang, Malang, Jawa Timur.

Inovasi

Bahkan, setelah mengantongi ijasah sarjana dari Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala Surabaya, Hariyono tetap saja memilih melanjutkan bisnis beternak tawon. Berbagai inovasi pun lahir dari pebisnis muda yang enerjik ini, yang, bahkan telah mengantongi Asean Best Executive Award 2003 – 2004 dan 2005 -2006, serta Asean Best Executive Citra Award 2006.

Salah satu inovasinya adalah memroduksi sendiri madu propolis [propolis infeksi dan propolis alergi], sebelumnya lebih dikenal sebagai produk impor yang diedarkan dengan sistem multylavel marketing [pemasaran berjenjang].

Mulai memroduksi madu propolis 1985 untuk memasok pasar luar negeri [Malaysia dan Singapura]. ’’Pada waktu itu pasar dalam negeri tampaknya memang belum mengenal produk ini,’’ tutur Hariyono, ’’karena itu kami menjualnya ke luar negri melalui agen. Maksudnya, bukan kami yang secara langsung menangani pemasaran di luar negri itu. Tetapi, kini justru pasar dalam negri lebih banyak menyerap produk ini, dan kirim ke luar negri pun tetap jalan seperti biasa.’’

Tergantung Bunga

Tawon atau lebah mendapatkan sumber makanannya dari bunga. Karena itu, beternak tawon secara profesional tidak bisa menetap hanya di satu tempat secara terus-menerus. Di mana ada banyak bunga, ke sanalah tawon itu dipindahkan. Sistem ini disebut Hariyono sebagai sistem angon atau penggembalaan. Jadi, bukan hanya bebek, kambing, atau sapi yang bisa digembalakan. Tawon pun bisa, dan bahkan harus digembalakan. Jika itik, kambing, sapi, dan sejenisnya bisanya digembalakan di sekitar kandang mereka, maka menggembalakan tawon sering harus menempuh jarak ratusan kilometer. Hariyono telah menggembalakan tawonnya di seluruh Pulau Jawa, dan bahkan juga ke Pulau Bali.

’’Jadi, begini, nggak perlu harus beli lahan. Seandainya kita nggak punya lahan pun, misalnya rumahnya di Surabaya, nggak masalah. Jadi kalau beternak lebah ini sistemnya angon [menggembala, Red] ya berpindah-pindah. Kalau pas nggak ada bunga ya pindah ke tempat lain yang ada bunganya. Sistemnya ya sewa lahan aja. Kalau musimnya bagus bisa 3 bulan, kalau musim bunga nggak bagus ya kadang hanya satu bulan saja. Kalau yang nggak ngerti mengira beternak lebah itu seperti beternak ayam. Di suatu lahan khusus, pakannya didatangkan. Lebah nggak begitu,’’ terang Hariyono.

Produk madu pun ditentukan oleh lingkungan di sekitar lahan yang disewa. Misalnya di lingkungan tanaman randu [pohon kapuk] ya madunya dinamai Madu Randu. Ada pula Madu Kelengkeng, yang harganya lebih mahal daripada Madu Randu.

Selain tergantung bunga yang diambil oleh si tawon/lebah, madu dari lanceng [lebah dari jenis kecil-kecil] harganya jauh lebih mahal ketimbang madu tawon biasa.

Jenis Lebah

Ada 3 jenis lebah yang dibudidayakan oleh Hariyono, yakni Lebah Australia, Lebah Lokal [tawon madu biasa], dan Lanceng. Lebah Australia kapasitas produksinya paling tinggi atau jumlah madunya lebih banyak, tetapi harganya juga paling murah. Sedangkan lanceng produksinya sedikit, tetapi harga madunya paling mahal. Secara pasti, menurut Hariyono produksi madu sulit dihitung karena benar-benar tergantung pada ketersediaan bunga. Tetapi kalau dikira-kira, berkisar antara 0 – 30 kg/koloni/bulan.

Jika Anda mau menyoba atau belajar beternak, beli bibitnya pun dilayani. Harganya berkisar antara Rp 15.000 – Rp 300.000 per koloni [satu kotak]. Harga itu ditentukan oleh besar-kecilnya koloni dan jenis lebahnya.

Dari menjual berbagai jenis produk dari ternak tawonnya, Hariyono bisa meraup pendapatan Rp 30 juta/bulan. Lebih dari itu, seperti diakui Hariyono, ada rasa senang ketika bisa menularkan ilmunya, terutama kepada masyarakat di sekitar lahan yang disewa, dan tak sedikit di antara mereka tertarik untukmenggeluti bisnis yang menghasilkan madu ini.
’’Kita selalu pakai tenaga-tenaga lokal di tempat kita sewa lahan, dan mereka sekaligus bisa belajar beternak tawon secara modern,’’ tutur Hariyono.

Apa sih, bedanya beternak tawon cara modern dan cara tradisional? Menurut Hariyono, yang paling prinsip adalah cara pengambilan madunya. Cara tradisional, mengambil madu dengan cara diperas, sehingga sarang lebah itu tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh si lebah. Sedangkan cara modern mengunakan sparator, yakni alat yang bisa mengambil madu tanpa merusak sarang dengan gaya turbulensi. Setelah madu terambil, sarang itu dikembalikan lagi ke kotak pemeliharaan.
Perbedaan lainnya adalah sistem angon itu, yang merupakan tuntutan mutlak ketika jumlah koloni semakin banyak. Sebab, jika dalam kurun waktu tertentu lebah ditempatkan di lahan yang disekitarnya tidak tersedia bunga yang cukup, mereka akan berpindah sendiri ke tempat lain alias bubar! [PUR]diambil dari TV One

Senin, 07 Desember 2009

Belajar Bisnis Sambil Jalan


Saya sependapat kalau ada yang mengatakan, bahwa untuk meraih sukses bisnis, kita bisa meniru sukses orang lain, apakah itu strateginya, atau pilihan usaha yang dilakukannya. Selain itu, saya ingin menambahkan, bahwa untuk kita bisa menjadi pengusaha, sesungguhnya tidak harus punya pengalaman bisnis yang mumpuni dulu. Logikanya adalah, kalau kita tunggu sampai punya pengalaman bisnis yang mumpuni, lantas kapan kita akan memulai usaha?

Dari pengalaman saya sendiri, maupun pengalaman pengusaha Bob Sadino, juga pengalaman pengusaha-pengusaha lain, bahwa sesungguhnya pengalaman bisnis yang mumpuni itu bisa kita raih sambil menjalankan bisnis kita. Maka, kita ingin memulai usaha, ada baiknya jangan banyak pikir atau pakai rencana yang muluk-muluk. Yakinlah, bahwa dalam bisnis bisa saja berubah, dan itu bisa kita tangani sambil jalan.

Hanya saja, mungkin ketakutan kita bisa sementara ini justru karena kita terlalu siap, terlalu banyak yang dipikir, bahkan terlalu takut pada risiko bisnis. Padahal, menurut saya, dalam praktis bisnis, yang terjadi sesungguhnya banyak berbeda dengan apa yang pernah dipikirin. Sehingga tak mengherankan kalau kita kemudian banyak menemukan jalan keluar untuk mengatasi semua kesulitan bisnis yang kita alami. Jadi, sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk memulai usaha karena alasan pengalaman bisnis kita terbatas. Katakanlah, dengan kita piawai menarik pelajaran dari setiap kejadian, saya yakin hal itu justru membuat kita tambah piawai dalam bisnis.

Dan, kalau kita lihat di lapangan, banyak usaha yang ternyata dimulai dengan nol. Misalnya, uang tidak punya, itu bisa diatasi dengan pinjam orang lain. Kemudian pengalaman bisnis tidak punya bisa tanya pada orang lain. Bahkan ide pun tak punya, bisa pakai ide orang lain. Begitu juga tempat usaha yang tak ada, dan masih banyak lagi.

Apa artinya semua itu? Artinya, kita bisa menggunakan “kepunyaan” orang lain. Justru dari keadaan semacam inilah, akan membuat kita mendapat banyak pelajaran dalam bisnis. Pemikiran itu menurut saya hal yang paling penting untuk memulai bisnis.

Oleh karena itu, menurut saya, sesungguhnya belajar bisnis sambil jalan atau jalan sambil belajar, di dunia usaha itu sama saja, yang penting kita telah berusaha dengan memulai usaha. Menuru Bob Sadino dengan melangkah seperi itu, Paling tidak sudah selangkah lebih maju dalam bisnis. Kita tidak lagi hanya berjalan di tempat, yang berarti tidak ke mana-mana atau tidak melakukan bisnia apa pun.

“Saya sukses karena saya melangkah. Bukan menangan-angankan langkah,” kata Bob Sadino yang juga memulai usaha dari nol. Tentu saya pendapat dengan Bob, yang kini memiliki banyak supermarket dalam group Kem Chik’s itu. Artinya, dengan melangkah, maka ada kemungkinan kita sukses, di samping ada pula kemungkinan gagal. Namun dengan tidak melangkah, maka kita tidak pernah akan sukses. Maka tak ada salahnya kita belajar bisnis sambil jalan.

diambil dari catatan purdi e candra